Menurut Erikson perkembangan psikososial pada usia enam sampai pubertas, anak mulai memasuki dunia pengetahuan dan dunia kerja yang luas. Peristiwa penting pada tahap ini anak mulai masuk sekolah, mulai dihadapkan dengan tekhnologi masyarakat, di samping itu proses belajar mereka tidak hanya terjadi di sekolah.
Sedang menurut Thornburg (1984) anak sekolah dasar merupakan individu yang sedang berkembang, barang kali tidak perlu lagi diragukan keberaniannya. Setiap anak sekolah dasar sedang berada dalam perubahan fisik maupun mental mengarah yang lebih baik. Tingkah laku mereka dalam menghadapi lingkungan sosial maupun non sosial meningkat. Anak kelas empat, memilki kemampuan tenggang rasa dan kerja sama yang lebih tinggi, bahkan ada di antara mereka yang menampakan tingkah laku mendekati tingkah laku anak remaja permulaan.
Menurut Piaget ada lima faktor yang menunjang perkembangan intelektual yaitu : kedewasaan (maturation), pengalaman fisik (physical experience), penyalaman logika matematika (logical mathematical experience), transmisi sosial (social transmission), dan proses keseimbangan (equilibriun) atau proses pengaturan sendiri (self-regulation ) Erikson mengatakan bahwa anak usia sekolah dasar tertarik terhadap pencapaian hasil belajar.
Mereka mengembangkan rasa percaya dirinya terhadap kemampuan dan pencapaian yang baik dan relevan. Meskipun anak-anak membutuhkan keseimbangan antara perasaan dan kemampuan dengan kenyataan yang dapat mereka raih, namun perasaan akan kegagalan atau ketidakcakapan dapat memaksa mereka berperasaan negatif terhadap dirinya sendiri, sehingga menghambat mereka dalam belajar. Piaget mengidentifikasikan tahapan perkembangan intelektual yang dilalui anak yaitu : (a) tahap sensorik motor usia 0-2 tahun, (b) tahap operasional usia 2-6 tahun, (c) tahap opersional kongkrit usia 7-11 atau 12 tahun, (d) tahap operasional formal usia 11 atau 12 tahun ke atas.
Berdasarkan uraian di atas, siswa sekolah dasar berada pada tahap operasional kongkrit, pada tahap ini anak mengembangkan pemikiran logis, masih sangat terikat pada fakta-fakta perseptual, artinya anak mampu berfikir logis, tetapi masih terbatas pada objek-objek kongkrit, dan mampu melakukan konservasi.
Bertitik tolak pada perkembangan intelektual dan psikososial siswa sekolah dasar, hal ini menunjukkan bahwa mereka mempunyai karakteristik sendiri, di mana dalam proses berfikirnya, mereka belum dapat dipisahkan dari dunia kongkrit atau hal-hal yang faktual, sedangkan perkembangan psikososial anak usia sekolah dasar masih berpijak pada prinsip yang sama di mana mereka tidak dapat dipisahkan dari hal-hal yang dapat diamati, karena mereka sudah diharapkan pada dunia pengetahuan.
Pada usia ini mereka masuk sekolah umum, proses belajar mereka tidak hanya terjadi di lingkungan sekolah, karena mereka sudah diperkenalkan dalam kehidupan yang nyata di dalam lingkungan masyarakat. Nasution (1992) mengatakan bahwa masa kelas tinggi sekolah dasar mempunyai beberapa sifat khas sebagai berikut : (1) adanya minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang kongkrit, (2) amat realistik, ingin tahu dan ingin belajar, (3) menjelang akhir masa ini telah ada minat terhadap hal-hal dan mata pelajaran khusus, oleh ahli yang mengikuti teori faktor ditaksirkan sebagai mulai menonjolnya faktor-faktor, (4) pada umumnya anak menghadap tugas-tugasnya dengan bebas dan berusaha menyelesaikan sendiri, (5) pada masa ini anak memandang nilai (angka rapor) sebagai ukuran yang tepat mengenai prestasi sekolah, (6) anak pada masa ini gemar membentuk kelompok sebaya, biasanya untuk bermain bersama-sama.
Seperti dikatakan Darmodjo (1992) anak usia sekolah dasar adalah anak yang sedang mengalami perrtumbuhan baik pertumbuhan intelektual, emosional maupun pertumbuhan badaniyah, di mana kecepatan pertumbuhan anak pada masing-masing aspek tersebut tidak sama, sehingga terjadi berbagai variasi tingkat pertumbuhan dari ketiga aspek tersebut. Ini suatu faktor yang menimbulkan adanya perbedaan individual pada anak-anak sekolah dasar walaupun mereka dalam usia yang sama.
Dengan karakteristik siswa yang telah diuraikan seperti di atas, guru dituntut untuk dapat mengemas perencanaan dan pengalaman belajar yang akan diberikan kepada siswa dengan baik, menyampaikan hal-hal yang ada di lingkungan sekitar kehidupan siswa sehari-hari, sehingga materi pelajaran yang dipelajari tidak abstrak dan lebih bermakna bagi anak. Selain itu, siswa hendaknya diberi kesempatan untuk pro aktif dan mendapatkan pengalaman langsung baik secara individual maupun dalam kelompok.
Karakteristiknya antara lain:
1.Senang bermain,
Maksudnya dalam usia yang masih dini anak cenderung untuk ingin bermain dan
menghabiskan waktunya hanya untuk bermain karena anak masih polos yang dia tahu
hanya bermain maka dari itu agar tidak megalami masa kecil kurang bahagia anak
tidak boleh dibatasi dalam bermain. Sebagai calon guru SD kita harus mengetahui
karakter anak sehingga dalam penerapan metode atau model pembelajaran bisa sesuai
dan mencapai sasaran, misalnya model pembelajran yang santai namun serius, bermain
sambil belajar, serta dalam menyusun jadwal pelajaran yang berat(IPA, matematika
dll.) dengan diselingi pelajaran yang ringan(keterampilan, olahraga dll.)
2.Senang bergerak,
Anak senang bergerak maksudnya dalam masa pertumbuhan fisik dan mentalnya anak
menjadi hiperaktif lonjak kesana kesini bahkan seperti merasa tidak capek mereka
tidak mau diam dan duduk saja menurut pengamatan para ahli anak duduk tenang
paling lama sekitar 30 menit. Oleh karena itu, kita sebagai calon guru hendaknya
merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak berpindah atau bergerak.
Mungkin dengan permaianan, olahraga dan lain sebagainya.
3.Senang bekerja dalam kelompok
Anak senang bekerja dalam kelompok maksudnya sebagai seorang manusia,
anak-anak juga mempunyai insting sebagai makhluk social yang bersosialisasi dengan
orang lain terutama teman sebayanya, terkadang mereka membentuk suatu kelomppok
tertentu untuk bermain. Dalam kelompok tersebut anak dapat belajar memenuhi aturan
aturan kelompok, belajar setia kawan, belajar tidak tergantung pada diterimanya
dilingkungan, belajar menerimanya tanggung jawab, belajar bersaing dengan orang
lain secara sehat (sportif), mempelajarai olah raga, belajar keadilan dan
demokrasi. Hal ini dapat membawa implikasi buat kita sebagai calon guru agar
menetapkan metode atau model belajar kelompok agar anak mendapatkan pelajaran
seperti yang telah disebutkan di atas, guru dapat membuat suatu kelompok kecil
misalnya 3-4 anak agar lebih mudah mengkoordinir karena terdapat banyak perbedaan
pendapat dan sifat dari anak-anak tersebut dan mengurangi pertengkaran antar anak
dalam satu kelompok. Kemudian anak tersebut diberikan tugas untuk mengerjakannya
bersama, disini anak harus bertukar pendapat anak menjadi lebih menghargai
pendapat orang lain juga.
4.Senang merasakan/ melakukan sesuatu secara langsung.
Ditinjau dari teori perkembangan kognitif, anak SD memasuki tahap operasional
konkret. Dari apa yang dipelajari di sekolah, ia belajar menghubungkan konsep
konsep baru dengan konsep-konsep lama. Jadi dalam pemahaman anak SD semua materi
atau pengetahuan yang diperoleh harus dibuktikan dan dilaksanakan sendiri agar
mereka bisa paham dengan konsep awal yang diberikan. Berdasarkan pengalaman ini,
siswa membentuk konsep-konsep tentang angka, ruang, waktu, fungsi-fungsi badan,
pera jenis kelamin, moral, dan sebagainya. Dengan demikian kita sebagai calon guru
hendaknya merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak terlibat langsung
dalam proses pembelajaran. Sebagai contoh anak akan lebih memahami tentang arah
mata angina, dengan cara membawa anak langsung keluar kelas, kemudian menunjuk
langsung setiap arah angina, bahkan dengan sedikit menjulurkan lidah akan
diketahui secara persis dari arah mana angina saat itu bertiup.
5.Anak cengeng
Pada umur anak SD, anak masih cengeng dan manja. Mereka selalu ingin
diperhatikan dan dituruti semua keinginannya mereka masih belum mandiri dan harus
selalu dibimbing. Di sini sebagai calon guru SD maka kita harus membuat metode
pembelajaran tutorial atau metode bimbingan agar kita dapat selalu membmbing dan
mengarahkan anak, membentuk mental anak agar tidak cengeng.
6.Anak sulit memahami isi pembicaraan orang lain.
Pada pendidikan dasar yaitu SD, anak susah dalam memahami apa yang diberikan
guru, disini guru harus dapat membuat atau menggunakan metode yang tepat misalnya
dengan cara metode ekperimen agar anak dapat memahami pelajaran yang diberikan
dengan menemukan sendiri inti dari pelajaran yang diberikan sedangkan dengan
ceramah yang dimana guru Cuma berbicara didepan membuat anak malah tidak pmemahami
isi dari apa yang dibicarakan oleh gurunya.
7.Senang diperhatikan
Di dalam suatu interaksi social anak biasanya mencari perhatian teman atau
gurunya mereka senang apabila orang lain memperhatikannya, dengan berbagai cara
dilakukan agar orang memperhatikannya. Di sini peran guru untuk mengarahkan
perasaan anak tersebut dengan menggunakan metode tanya jawab misalnya, anak yang
ingin diperhikan akan berusaha menjawab atau bertantya dengan guru agar anak lain
beserta guru memperhatikannya.
8.Senang meniru
Dalam kehidupan sehari hari anak mencari suatu figur yang sering dia lihat
dan dia temui. Mereka kemudian menirukan apa yang dilakukan dan dikenakan orang
yang ingin dia tiru tersebut. Dalam kehidupan nyata banyak anak yang terpengaruh
acara televisi dan menirukan adegan yang dilakukan disitu, misalkan acara smack
down yang dulu ditayangkan sekarang sudah ditiadakan karena ada berita anak yang
melakukan gerakan dalam smack down pada temannya, yang akhirnya membuat temannya
terluka. Namun sekarang acara televisi sudah dipilah-pilah utuk siapa acara itu
ditonton sebagai calon guru kita hanya dapat mengarahkan orang tua agar selalu
mengawasi anaknya saat dirumah.
Contoh lain yang biasanya ditiru adalah seorang guru yang menjadi pusat perhatian
dari anak didiknya. Kita sebagai calon guru harus menjaga tindakan, sikap,
perkataan, penampilan yang bagus dan rapi agar dapat memberikan contoh yang baik
untuk anak didik kita.